Anies Baswedan |
Anies Rasyid Baswedan Ph.D., (lahir di Kuningan, Jawa Barat, 7 Mei 1969; umur 44 tahun) Ia adalah intelektual asal Indonesia memiliki kepedulian terhadap masyarakat akar rumput khususnya dalam bidang pendidikan. Ia menelurkan Gerakan Indonesia Mengajar yang mengirimkan anak-anak muda terbaik negeri untuk mengajar di Sekolah Dasar selama satu tahun.
Selain memiliki pemahaman terhadap masyarakat akar rumput, ia merupakan
seorang intelektual yang memiliki kompetensi internasional, hal ini
terbukti dari beberapa penghargaan internasional yang ia dapatkan.
Anies menghabiskan masa kecilnya di Yogyakarta.
Ia dan orang tuanya tinggal menumpang di rumah kontrakan Abdul Rahman
Baswedan, kakeknya, di Taman Yuwono, sebuah komplek perumahan yang
berlokasi di Jalan Dagen, belakang kawasan Malioboro, Yogyakarta. Rumah kontrakan ini merupakan wakaf dan pernah ditempati oleh para perintis kemerdekaan seperti Kasman Singodimedjo, M.Natsir, dan M.Roem.
Kawasan ini sendiri adalah perumahan khusus bagi para perintis dan
pejuang kemerdekaan. Jiwa kepemimpinan Anies Baswedan mulai tumbuh sejak
kecil. Hal ini terlihat ketika ia berusia 12 tahun, ia membentuk sebuah
kelompok anak-anak muda (7-15 tahun) di kampungnya yang diberi nama
Klub Anak Berkembang (Kelabang).
Anies adalah inisiator dan ketua kelompok anak-anak ini. Kegiatan yang
diadakan tergolong sederhana namun sesuai dengan kebutuhan masyarakat
akar rumput, seperti membuat kegiatan olahraga seperti pembuatan sekolah
sepakbola dan kesenian. Saat kecil Anies memiliki hobi membaca buku
biografi, terutama biografi kepahlawanan. Hobinya ini selain membuatnya
belajar banyak hal mengenai tokoh-tokoh penting juga membuatnya kerap
melayat pejuang. Saat kecil ia pernah melayat Sultan Hamengku Buwono IX di Sitihinggil bersama adiknya, Ridwan. Saat Kiai Ali Maksum,
pimpinan Pondok Pesantren Krapyak, meninggal dunia, Anies jalan kaki
dari Krapyak sampai ke tempat pemakamannya di Jalan Bantul, Yogyakarta.
Hobi membaca biografi dan mengunjungi pemakaman tokoh yang dekat dengan
masyarakat mempengaruhi sikap kepemimpinan Anies Baswedan yang dekat
dengan masyarakat.
Pendidikan Dasar
Anies Baswedan mulai mengenyam bangku pendidikan pada usia 5 tahun.
Saat itu Anies kecil bersekolah di TK Masjid Syuhada, Yogyakarta. TK ini
merupakan salah satu TK bersejarah di Yogyakarta. Menginjak usia enam
tahun, Anies masuk ke Sekolah Dasar (SD) Laboratori, Yogyakarta. Ini
merupakan salah satu SD terbaik di Yogyakarta. Laiknya anak kecil
seusianya, Anies terkadang berulah. Kedua orang tua Anies mendidik Anies
kecil untuk bertanggungjawab atas segala ulahnya, hal ini secara tidak
langsung menumbuhkan sikap tanggungjawab pada dirinya. Saat SD ini pula
lah Anies pertama kalinya melatih diri untuk berbicara di depan umum.
Saat memasuki kelas 5 dan 6, Anies ditunjuk oleh gurunya untuk berpidato
saat acara Idul Adha yang diselenggarakan di sekolah. Itu adalah
pertama kalinya ia berpidato di depan orang banyak.
SMP
Anies kemudian melanjutkan studinya ke SMP Negeri 5, ini merupakan
salah satu SMP unggulan di Yogyakarta. Jiwa sosialnya semakin tertanam
di masa ini. Ia didaulat menjadi Ketua Seksi Pengabdian Masyarakat di
sekolah. Tugasnya misalnya mengabarkan dan mengumpulkan dana jika ada
anggota keluarga dari siswa, guru atau karyawan di sekolah itu yang
sakit atau meninggal. Secara struktural, jabatan itu seolah tidak
penting dalam organisasi siswa sekolah. Tetapi pada pelaksanaannya,
justru seksi inilah yang paling aktif. Di sini Anies berlatih berbicara
di depan umum, karena setiap ada musibah ia lah yang bicara dari kelas
ke kelas untuk menghimpun bantuan. Setelah itu, ia juga yang akan
memimpin teman-temannya mendatangi keluarga yang sedang terkena musibah
untuk menyampaikan rasa duka cita dan sumbangan yang telah dihimpun.
Anies kemudian menjadi Ketua Panitia Tutup Tahun SMP Negeri 5. Acara ini
diselenggarakan di Gedung Purna Budaya secara besar-besaran.
Keberhasilan acara ini membuktikan ia dapat memimpin rekan-rekannya
dalam usia yang cenderung sangat muda.
SMA
Selesai mengenyam pendidikan di bangku SMP, Anies melanjutkan sekolah
ke SMA Negeri 2 Yogyakarta. Pada masa ini Anies mulai merasakan
pentingnya kompetensi di level internasional. Belum genap satu tahun
mengenyam bangku SMA, ia sudah didaulat menjadi Wakil Ketua Organisasi
Siswa Intra Sekolah(OSIS). Posisi ini membawanya mewakili sekolah untuk
mengikuti pelatihan kepemimpinan di Jakarta pada September 1985. Ada 300
delegasi OSIS
seluruh Indonesia pada acara tersebut. Pertemuan tersebut menelurkan
seorang pemimpin yakni Anies Baswedan. Secara tidak langsung pada saat
itu ia adalah Ketua OSIS Se-Indonesia, padahal ia baru menginjak kelas 1
SMA. Posisi ini semakin mengasah jiwa kepemimpinan karena harus
memimpin para Ketua OSIS. Menginjak kelas 2 SMA pada 1987 Anies terpilih
menjadi peserta AFS, program pertukaran pelajar siswa
Indonesia-Amerika. Selama satu tahun ia tinggal di rumah sebuah keluarga
di Milwakuee, Wisconsin,
Amerika Serikat. Ini merupakan salah satu momen penting dalam
perjalanan Anies muda. Tinggal selama satu tahun di negeri Paman Sam
membuat cakrawalanya terbuka luas dan cara berpikir Anies menjadi lebih
global. Sekembalinya ke Yogyakarta, Anies mendapat kesempatan
meningkatkan diri di bidang jurnalistik. TVRI Yogya pimpinan Ishadi SK membuat acara bernama Tanah Merdeka.
Acara ini merekrut anak-anak muda di Yogya untuk mewawancarai
tokoh-tokoh nasional, Anies terpilih sebagai salah satu pewawancara.
Kesempatan ini membawanya mewawancarai beberapa tokoh nasional pada masa
Orde Baru (Orba).
Perguruan Tinggi
Anies Baswedan menempuh pendidikan tinggi di Fakultas Ekonomi, Universitas Gadjah Mada
(UGM), Yogyakarta. Saat kuliah Anies aktif dalam organisasi
kemahasiswaan. Setelah lama dibekukan karena kebijakan Orba, organisasi
kemahasiswaan akhirnya dibolehkan kembali ada di kampus. Saat itu Anies
menjadi Ketua Senat Mahasiswa UGM yang pertama setelah dibekukan dalam jangka waktu yang lama. Senat Mahasiswa adalah embrio munculnya Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) di beberapa universitas saat ini. Sewaktu menjadi mahasiswa Anies Baswedan juga mendapat beasiswa Japan Airlines Foundation untuk mengikuti kuliah musim panas bidang Asian Studies di Universitas Sophia, Tokyo, Jepang.
Beasiswa ini ia dapatkan karena memenangkan sebuah lomba menulis
mengenai lingkungan. Ia menjadi pemenang karena kegemarannya mengeliping
artikel. Saat itu kumpulan artikel hasil klipingnya ia jadikan bahan
referensi penting dalam penulisan artikel untuk lomba tersebut. Anies lulus kuliah pada tahun 1995, setahun kemudian ia mendapat beasiswa melanjutkan studi master bidang International Security and Economic Policy, di University of Maryland, College Park. Sewaktu kuliah ia dianugerahi William P. Cole III Fellow di Maryland School of Public Policy, ICF Scholarship, dan ASEAN Students Award. Setelah lulus dari program master ia mendapatkan beasiswa program doktoral dari Northern Illinois University. Disertasi
Anies Baswedan tentang “Otonomi Daerah dan Pola Demokrasi di
Indonesia”. Pemikirannya mengenai otonomi daerah dan desentralisasi
tidak hanya tertuang dalam disertasinya. Ia juga aktif menulis artikel
dan menjadi pembicara baik di dalam maupun luar negeri. Ia banyak
menulis artikel mengenai desentralisasi, demokrasi dan politik Islam di Indonesia. Artikel jurnalnya yang berjudul “Political Islam: Present and Future Trajectory” dimuat di Asian Survey, sebuah jurnal yang diterbitkan oleh Universitas California. Sementara artikel “Indonesian Politics in 2007: The Presidency, Local
Elections and The Future of Democracy" diterbitkan oleh BIES, Australian
National University.
Pemikirannya yang tertuang dalam disertasi dan artikel merupakan
sumbangsih penting bagi proses transisi pemerintahan Indonesia dari
sentralistik menuju desentralisasi melalui otonomi daerah.
Karier
Dalam berbagai kesempatan, Anies Baswedan selalu mengatakan ada tiga
hal yang ia jadikan pedoman dalam memilih karier. Apakah secara
intelektual dapat tumbuh, apakah masih dapat menjalankan tanggung
jawabnya sebagai kepala keluarga, apakah mempunyai pengaruh sosial.
Peneliti Pusat Antar-Universitas Studi Ekonomi UGM
Selesai program Strata 1 (S1) di Fakultas Ekonomi UGM, Anies Baswedan
sempat berkarier sebagai peneliti dan koordinator proyek di Pusat
Antar-Universitas Studi Ekonomi UGM. Kariernya di sana tak berlangsung
lama, sebab pada 1996 ia mendapatkan beasiswa program master ke Amerika
Serikat.
Manajer Riset IPC, Inc, Chicago
Selesai mengambil kuliah doktor pada 2004, karena tidak memiliki uang
untuk kembali ke tanah air, Anies sempat bekerja sebagai manajer riset
di IPC, Inc. Chicago, sebuah asosiasi perusahaan elektronik sedunia.
Kecintaannya pada tanah air membuatnya kembali ke Indonesia.
Kemitraan Untuk Reformasi Tata Kelola Pemerintahan
Ia kemudian bergabung dengan Kemitraan untuk Reformasi Tata Kelola
Pemerintahan sebuah lembaga non-profit yang berfokus pada reformasi
birokrasi di beragam wilayah di Indonesia dengan menekankan kerjasama
antara pemerintah dengan sektor sipil. Hal ini tentu saja tak lepas dari
kepeduliannya terhadap demokrasi, otonomi daerah dan desentralisasi
seperti tertuang dalam disertasi dan artikel-artikelnya di beragam
jurnal dan media.
Direktur Riset Indonesian Institute Center
Ia kemudian menjadi direktur riset The Indonesian Institute. Ini
merupakan lembaga penelitian kebijakan publik yang didirikan pada
Oktober 2004 oleh aktivis dan intelektual muda yang dinamis. Kariernya
di The Indonesian Institute tentu tak lepas dari latar belakang
pendidikannya di bidang kebijakan publik.
Rektor Universitas Paramadina
Pada 15 Mei 2007, Anies Baswedan menemui momen penting dalam
kariernya. Ia dilantik menjadi Rektor [Universitas Paramadina],
menggantikan posisi yang dulu ditempati oleh cendekiawan Muslim, Nurcholish Madjid
atau biasa disapa dengan Cak Nur, yang juga merupakan pendiri
universitas tersebut. Dilantiknya Anies menjadi rektor membuatnya
tercatat sebagai rektor termuda di Indonesia, dimana saat itu usianya
baru menginjak 38 tahun. Anies terkesan dengan pidato Joseph Nye, Dekan Kennedy School of Government di Harvard University, yang mengatakan salah satu keberhasilan universitasnya adalah “admit only the best”
alias hanya menerima yang terbaik. Dari sinilah Anies kemudian
menggagas rekrutmen anak-anak terbaik Indonesia. Strategi yang kemudian
dikembangkan Anies Baswedan adalah mencanangkan Paramadina Fellowship
atau beasiswa Paramadina. Beasiswa itu meliputi biaya kuliah, buku, dan
biaya hidup. Paramadina Fellowship adalah perwujudan idealisme dengan
bahasa bisnis. Hal ini dilakukan karena kesadaran bahwa dunia pendidikan
dan bisnis memiliki pendekatan yang berbeda. Untuk mewujudkan itu Anies
mengadopsi konsep penamaan mahasiswa yang sudah lulus seperti yang
biasa digunakan di banyak Universitas di Amerika Utara dan Eropa.
Caranya, titel seorang lulusan universitas tersebut mencantumkan nama
sponsornya. Misalnya jika seorang mahasiswa mendapatkan dana dari Mien R. Uno
(seorang pendonor) maka mahasiswa tersebut diwajibkan menggunakan titel
Paramadina Mien R. Uno fellow. Strategi Paramadina Fellowship ini
menunjukkan dampak yang sangat positif. Kini bahkan 25% dari sekitar
2000 mahasiswa Universitas Paramadina berasal dari beasiswa ini. Tentu
ini sumbangsih penting bagi dunia pendidikan Indonesia di tengah
mahalnya biayanya pendidikan tinggi.
Gebrakan lain yang dilakukan oleh Anies Baswedan di universitas yang ia
pimpin adalah pengajaran anti korupsi di bangku kuliah. Hal ini
didasari karena Anies menganggap bahwa salah satu persoalan bangsa ini
adalah praktek korupsi. Karena itu ia berinisiatif membuat mata kuliah
wajib anti korupsi. Yang diajarkan dalam mata kuliah ini mulai kerangka
teoritis sampai laporan investigatif tentang praktik korupsi.
Ketua Yayasan Gerakan Indonesia Mengajar
Gerakan Indonesia Mengajar |
Gagasan ini sebenarnya berawal ketika Anies Baswedan masih menjadi
mahasiswa UGM sekitar dekade 1990-an. Pada masa itu, ia bergaul dan
belajar banyak dari seorang mantan rektor UGM periode 1986-1990: Prof.
Dr. Koesnadi Hardjasoemantri (Pak Koes).
Pada tahun 1950an, Pak Koes menginisiasi sebuah program bernama
Pengerahan Tenaga Mahasiswa (PTM), yakni sebuah program untuk mengisi
kekurangan guru SMA di daerah, khususnya di luar Jawa. Dalam beberapa
kasus, PTM ini justru mendirikan SMA baru dan pertama di sebuah kota
kabupaten. Pak Koes adalah inisiator sekaligus salah satu dari 8 orang
yang menjadi angkatan pertama PTM ini. Beliau berangkat ke Kupang dan
bekerja di sana selama beberapa tahun. Sepulangnya dari Kupang, ia
mengajak serta 3 siswa paling cerdas untuk kuliah di UGM. Salah satunya
adalah Adrianus Mooy yang di kemudian hari menjadi Gubernur Bank Indonesia. Cerita penuh nilai dari PTM inilah salah satu sumber inspirasi bagi Indonesia Mengajar.
Selepas dari UGM, Anies Baswedan mendapat beasiswa untuk melanjutkan
kuliah di Amerika Serikat. Tinggal, belajar dan bekerja di sana
membuatnya memahami bahwa anak-anak Indonesia membutuhkan kompetensi
kelas dunia untuk bersaing di lingkungan global. Tetapi, kompetensi
kelas dunia saja tak cukup. Anak-anak muda Indonesia harus punya
pemahaman empatik yang mendalam seperti akar rumput meresapi tanah
tempatnya hidup. Semua proses di atas, secara perlahan membentuk ide
besar Gerakan Indonesia Mengajar. Konstruksi dasarnya mulai terumuskan
pada pertengahan 2009. Ketika itu, Anies mendiskusikan dan menguji
idenya pada berbagai pihak. Gagasan ini kemudian siap mewujud ketika
beberapa pihak berkenan menjadi sponsor.Proses untuk mendesain dan mengembangkan konsep Indonesia Mengajar pun
dimulai pada akhir 2009, dengan membentuk tim kecil yang kemudian
berkembang hingga menjadi organisasi seperti sekarang ini. Sampai saat
ini pun, Anies Baswedan merupakan salah satu pendiri dan juga Ketua
Yayasan Gerakan Indonesia Mengajar.
Ijin reposting ya Boss....
ReplyDeleteBoleh. Asal mencantumkan link ini di postingannya http://inankito.blogspot.com/2014/01/siapa-anies-baswedan.html
Delete