Sidik Jari |
Analisis Minat dan Potensi Anak dengan Tes Bakat Sidik Jari, Mungkinkah?
Ada lagi satu Tes Bakat dan Potensi yang ditawarkan kepada orang tua yaitu melalui analisis sidik jari (fingerprint analysis). Dengan biaya antara Rp. 300.000 - Rp. 500.000/anak/paket, biaya menjadi relatif nilainya bila memang sungguh diperlukan untuk anak tersebut. Tulisan psikolog Sarlito Wirawan Sarwono tentang tes sidik jari dengan keimpulan beberapa poin berikut patut jadi rujukan:
Dari 40.000 jurnal psikologi yang tersimpan di Asosiasi Psikologi Amerika (APA) TIDAK ditemukan hubungan sidik jari dengan bakat, kepribadian atau kecerdasan anak.
>> Google punya banyak jawaban tentang tes sidik jari. Bahkan ada website tentang tes sidik jari yang menceritakan keilmiahan metode analisis kepribadian dengan Test Bakat Sidik Jari ini. Juga testimoni dari orang-orang yang pernah mencoba test yang katanya pelaksanaannya sangat mudah.
Salah satu kalimat promosi tes sidik jari adalah: Analisa sidik jari memiliki tingkat akurasi lebih tinggi daripada metode pengukuran lain. Klaim akurasi 87%. Kalau benar demikian maka tes sidik jari ini sungguh luar biasa.
Ibu yang sudah mengetahui seluruh “rahasia” kepribadian anaknya melalui sidik jari anak, tinggal ongkang-ongkang kaki karena dia hanya perlu mengatur anaknya sesuai dengan petunjuk hasil test Sidik Jari, dan anaknya akan menjadi orang yang pandai, jujur, kreatif, berbakti pada orangtua, beriman, bertakwa, saleh/salehah.
Kenyataannya tidak sesederhana itu. Upaya manusia untuk mempelajari jiwa sudah berawal sejak zaman Socrates, 400 tahun sebelum Masehi. Melalui perjalanan sejarah yang panjang, serta mendapat masukan dari berbagai ilmu, termasuk ilmu faal dan kedokteran, serta matematika.
Wilhelm Wundt baru menyatakan Psikologi sebagai Ilmu yang mandiri pada tahun 1879 di Leipzig, Jerman (versi Amerika oleh William James, di sekitar tahun yang sama di Universitas Harvard).
Pasca kelahirannya, Psikologi berkembang terus, termasuk mengupayakan berbagai teknik dan metode untuk mengukur berbagai aspek kepribadian, termasuk test IQ, minat, sikap, bakat, emosi dan seterusnya. Kemajuannya sangat langkah-demi-langkah, tidak ada yang langsung meloncat. Dan sebagaimana ilmu pengetahuan lainnya, setiap kemajuan, temuan atau kritik selalu dilaporkan dalam jurnal-jurnal dan seminar-seminar psikologi seluruh dunia.
Teknik analisis sidik jari juga sudah berkembang sejak 1800an, dan mulai dipakai oleh FBI pada tahun 1924. Tetapi tujuan penggunaannya adalah untuk menentukan identitas fisik seseorang. Misalnya, apakah benar sidik jari yang ditinggalkan pelaku di TKP (Tempat Kejadian Perkara) perampokan adalah milik si Fulan. Sebelum ditemukan system DNA, Daktiloskopi lah yang menjadi andalan Polisi.
Namun di kemudian hari, nampaknya teknik analisis Sidik Jari yang awalnya hanya untuk identifkasi fisik, berkembang menjadi teknik identifikasi psikis (kejiwaan) juga. Ilmuwan Inggris Sir Francis Galton, sepupu Sir Charles Darwin adalah penganut teori evolusi. Dia percaya bahwa kepribadian ditentukan oleh bakat-bakat yang dibawa sejak lahir dan bakat-bakat itu terukir di sidik jari setiap orang. Maka ia menerbitkan buku “Finger Prints” (1888) dan memperkenalkan klasifikasi sidik jari yang dihubungkan dengan klasifikasi kepribadian.
Pasca Galton, nampaknya Dermatoglyphs semakin berkembang dan diyakini sebagai ilmu pengetahuan yang sahih, lengkap dengan buku-buku dan jurnal-jurnal “ilmiah” mereka sendiri. Kalau kita cari di Google, dengan kata kunci Dermatoglyphs akan keluar lebih dari 70.000 informasi, tetapi semuanya di luar komunitas ilmu psikologi. Dengan demikian Dermatoglyphs sebenarnya adalah pseudo science (ilmu semu) dari psikologi.
Ilmu semu lain dalam psikologi yang banyak kita kenal adalah Astrologi (banyak di majalah-majalah wanita dan remaja), Palmistri (ilmu rajah tangan), Numerologi (meramal atau menjodohkan orang dengan menggunakan angka-angka tanggal lahir dsb.), Tarrot (dengan menggunakan kartu-kartu) dan masih banyak lagi. Semua itu mengklaim diri sebagai ilmu, lengkap dengan literatur dan teknik masing-masing, dan memang nampaknya sahih dan canggih.
Tetapi ada satu hal yang tidak bisa dipenuhi oleh semua ilmu semu, yaitu tidak bisa diverifikasi teorinya. Dalam Astrologi, misalnya, tidak pernah bisa dibuktikan hubungan antara singa yang galak, dengan bintang Leo. Apalagi membuktikan manusia berbintang Leo dengan sifatnya yang galak.
Kesimpulannya menurut Sarlito, tidak bisa diverifikasi bagaimana hubungan antara sidik jari (bawaan) dengan sifat, minat, perilaku, apalagi jodoh dan karir, bahkan kesalehan seseorang yang merupakan hasil dari ratusan variable seperti faktor sosial, ekonomi, budaya, pendidikan, lingkungan alam, dan sebagainya, termasuk sedikit faktor bawaan.
Pandangan bahwa kepribadian ditentukan oleh fator bawaan (nativisme) sudah lama ditinggalkan oleh Psikologi. Teori yang berlaku sekarang adalah bahwa kepribadian ditentukan oleh pengalaman yang diperoleh dari lingkungan. Karena itu untuk memeriksanya diperlukan proses yang panjang (metode psikodiagnostik, assessment) dan biaya yang lumayan banyak.
Sarlito menyarankan jangan membuang-buang uang hanya untuk sekedar ingin tahu , khususnya ingin tahu hasil tes sidik jari. Karena ilmu tes sidik jari merupakan ilmu semu yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. Jadi, bagaimana kalau kegamangan terjadi pada anak dalam menentukan pilihan sekolah? Mengarahkan, mencoba memahami dan menghargai pilihan anak, mungkin merupakan keputusan bijak. Karena si anak akan belajar bertanggung jawab atas pilihannya. Dikotomi IPA : IPS harusnya sudah tidak ada lagi.
Apalagi menganggap suatu jurusan di perguruan tinggi lebih baik daripada jurusan lainnya. Karena semua ilmu saling melengkapi. Apalah jadinya hidup seorang dokter tanpa apoteker, arsitektur, tukang bangunan bahkan juru masak? Yang terpenting bagaimana seseorang memaknai dan mengisi hidupnya dengan bahagia.
Sumber Data:
0 comments:
Post a Comment
Disarankan tidak berkomentar mengandung unsur SARA, SPAM dan SPAMMY (menyertakan link hidup, minta kunjungan balik, & nama blog). Jika Melakukan hal tersebut kami berhak untuk menghapus komentarnya. Terima Kasih