RIP dalam bahasa Inggris, yakni rest in peace, tidak ditemukan pada kuburan sebelum abad VIII Masehi. Meluas penggunaannya setelah abad XVIII.
Ilustrasi: RIP |
Innalilahi wainaillahi Rojiun, Kami segenap pengurus Inan Kito mengucapkan Turut berduka Cita atas Meninggalnya Olga Syahputra atau Yoga Syaputra di Rumah Sakit Mount Elisabet Singapore pada Tanggal 27 Maret 2015 Pukul 17.17 Waktu Singapore.
Hari ini Indonesia cukup berduka dengan meninggalnya sosok Olga yang periang dan senang berbagi. banyak sekali ucapan bela sungkawa dari saudara, teman, sahabat dan para fansnya Olga.
Inan Kito coba melihat di media-media sosial banyak para muslim mengucapakan "RIP Olga Syahputra". Sebagai orang yang kurang pemahaman tentang agama. Inan kito mulai bertanya apakah boleh umat Islam mengucapkan kata RIP untuk seorang Muslim lainnya yang meninggal dunia.
Inan Kito mulai untuk mencari referensinya di mbah google, Kami menemukan tulisan dari seorang guru yang cukup menjelaskan masalah ini dengan indah. berikut tulisannya:
==================================================================
Dalam bahasa Inggris adalah penambahan kata "may (semoga)". Ini terkait keyakinan dosa ditebus. Ungkapan RIP dalam bentuk ringkas maupun panjang digunakan pada upacara pemakaman tradisional Yahudi. Pijakannya adalah Talmud kuno.
Ungkapan RIP pada agama Katholik terdapat dalam Misa Requiem (Missa pro Defunctis) yang merupakan bagian dari ritus Tridente. Paus (Emeritus) Benediktus XVI menyatakan Ritus Tridente (Tridentin) merupakan bentuk misa yang luar biasa. Ia keluarkan surat edaran tahun 2007. Ini merupakan surat pribadi (motu proprio) kepada seluruh gereja untuk menggunakan Misa Tridentin. Surat ini bermakna penegasan bahwa ungkapan RIP merupakan bagian tak terpisahkan.
Motu proprio (surat pribadi dengan tanda-tangan pribadi) Paus Benediktus XVI (sekarang emeritus) menegaskan kedudukan misa yang melembaga sejak 1570 tersebut. RIP merupakan bagian penting sebagai semacam "pembersihan dosa secara keseluruhan". Dalam hal ini kedudukan RIP saat misa serupa dengan ungkapan "Allahummaghfirlahu...". Jadi, ini merupakan bagian dari prosesi ibadah. Tentu saja tak sama persis. Dalam Islam, seorang syaikh tak memiliki otoritas penghapusan dosa dan penentuan nasib seseorang jadi ahli surga.
Orang yang sudah diupacarai dengan misa dimana pernyataan RIP ada di dalamnya, dianggap sudah "bersih" dari dosa. Sudah ditebus. Jadi, ungkapan RIP memang tidak dapat dibenturkan dengan kalimat istirja' (إِنَّا لِلهِ وَإِنَّا إِلَيْهَ رَاجِعُونَ) karena memang sangat berbeda kedudukannya. Ungkapan yang berdekatan, tapi amat berbeda konsep dasarnya dengan istirja' adalah "telah berpulang ke rumah bapa...". Cermati ini agar tak gegabah menyama-nyamakan!
Orang yang tak mengimani RIP sekaligus tak percaya kepada otoritas gereja maupun pastor, tidak gunakan istilah RIP. Cukuppassed away (telah berpulang) atau serupa itu. Ini menunjukkan bahwa RIP adalah masa keimanan pada agama mereka.
Apakah RIP merupakan ucapan belasungkawa semata? Tidak. Belasungkawa biasa gunakan ungkapan "in my deepest condolence (pada duka cita yang amat dalam)..." atau serupa itu. Apakah RIP merupakan produk budaya semata? Tidak. Menilik sejarah yang lebih rinci, ini merupakan konsekuensi iman & bagian dari peribadatan.
Lalu apa sebutan untuk orang yang sudah mati pada umumnya? Secara budaya, biasa disebut late (mendiang) begitu saja. Mohon maaf sekiranya saya tidak santun dalam bertutur. Nasehatilah saya. Semoga catatan sederhana tentang RIP ini bermanfaat dan barakah.
Ditulis: Mohammad Fauzil Adhim
================================================================
THANK'S
ReplyDelete